Sabtu, 25 Oktober 2014

Cerpen Tentang Kita: "Sajadah Cinta"



Sajadah Cinta
Perang sulit dalam kehidupan manusia adalah ketika melawan kemunafikkan diri sendiri. Bahkan tanpa sadar sering kali menghiraukan perbedaan perihal hati dan lisan. Cinta yang semula datang seperti biasa kini berubah menjadi hal yang tak seharusnya terjadi. Berusaha maju mencapai tujuan tetapi lupa jika komponen tujuan tersebut tertinggal. Nada cinta yang seharusnya mengiringi langah kecilnya semacam terhambat oleh jalinan persahabatan yang selama ini di genggam.
Dalam Sajadah Cinta kita akan mempelajari bahwa pengorbanan cinta terbesar adalah ketika merelakan orang yang kau cintai bahagia dengan orang lain dan mengubur dalam-dalam kalimat akhirnya hingga kau kokohkan dengan merelakannya pergi. Dan kebohongan terbesar adalah kalimat itu.
*****
“Astagfirullah!” adalah kata pertama yang kulontarkan, deru nafas dan detak jantung yang tak seirama seraya memecah keheningan suasana kamar pukul 2 pagi. Mencoba mencerna kembali dalam-dalam mimpi yang membangunkanku tadi. “ya Allah pertanda apa ini” bergegas ku ambil wudhu dan kutunaikan tahajudku.
Keesokan harinya ibu menyampaikan sesuatu yang belum pernah aku bayangkan akan diucapkannya secepat itu. Kata-kata itu terus berputar-putar dibenakku, mengganggu konsentrasiku, dan menemani setiap lamunanku. Bahkan saat dosen berbicarapun aku tak mengerti apa yang diucapkannya, mulutnya menganga tapi tak terdengar sepatah katapun. Aku tidak bisa mencerna setiap kata yang keluar dari mulutnya.
“dijodohkan!” kata itu terus bergelayut dibenakku. Ku coba mencari solusi tetapi solusi itu tak pernah ada. Kuceritakan kepada sahabat baikku Agoy. Agoy menyarankanku untuk mencari sendiri pasangan hidupku, ah memang itu yang aku mau. Agoy bilang kita adalah laki-laki, kita tau mana yang baik buat kita dan kita bisa mencarinya dimanapun yang kita mau, kitakan laki-laki ri. “Kitakan laki-laki” entahlah kata-kata ini membuatku semakin bingung. Apakah aku harus mencari pacar? Apakah aku harus pacaran? Sedangkan kedua hal ini yang selalu ku jauhi. Aku tak ingin merusak keimanan yang sudah susah payah ku kokohkan.
Kurasa ini jalan-Nya, aku mendapatkan pesan singkat yang membuatku yakin untuk mencari pendamping hidupku sendiri. Ku coba membalas setiap pesan singkat itu selayaknya “seorang laki-laki”. Jantungku berdegup kencang berdetak tak beraturan setiap ku baca pesan darinya. Pesan yang datang dari teman lamaku, teman sewaktu OPAK. Aku tak terlalu dekat dengannya, tapi sepertinya dia sangat mengenalku. Namanya Robiatul Adawiyah, sewaktu OPAK dia sering dipanggil Obi. Entah dari mana dia dapatkan nomer Hpku.
Setiap kata Obi entah mengapa malah membuatku semakin tak percaya diri untuk mencari sendiri pendamping hidupku. Perjodohan yang ibu buatkan untukku sepertinya sudah yang terbaik buatku. Aku tak mengerti dengan diriku ini, setiap hari setiap waktu aku semakin yakin dengan jodoh dari ibuku itu. Seperti apa orangnya? Bagaimana akhlaknya? Apakah aku mengenalnya? Pertanyaan itu sering muncul entah darimana.
Ibu menanyakan kembali pendapatku tentang perjodohan itu, setiap kata yang keluar dari mulut ibu seakan menjadi perintah buatku. Aku terpaksa menerima perjodohan ibu, karena aku mencintainya dan tak mau mengecewakannya.
*****
Namaku Khumairah Ar-Rifa’i, semua yang mengenalku memanggilku Khuma. Aku memiliki seorang sahabat yang kukenal sejak pertama kali aku meninggalkan rumah dan tinggal di kos-kosan mahasiswi ini, namanya Obi. Obi itu satu jurusan denganku tapi kami beda kelas. Rumah Obi lumayan jauh dari kampus tapi tak sejauh rumahku. Obi anaknya baik, lucu, bawel, rese, cuek, dan sangat bersahabat dengan Hpnya -____- tapi dia beda banget kalo lagi dikampus. Dikampus tuh Obi jarang banget nyapa aku, bahkan kadang seperti tak mengenalku, dia baik, pendiam, lemah lembut, tutur katanya baik dan masih sangat bersahabat dengan Hpnya. Entah ada apa di Hpnya, dia ga pernah melepaskan pandangannya dari layar handphone itu bahkan saat di kamar mandi “iuukh..”.
Loh ko sepanjang narasi ini aku hanya membicarakan Obi. Baiklah di paragraf ini aku akan menceritakan tentang diriku, AKU. Maksudku, aku adalah perempuan. Ini apa sih, maksudku namaku adalah Khuma, kalian semua tahukan. Yaiyalah namaku sudah ku ceritakan diawal. Aku seorang mahasiswi, yang ini juga sudah ku ceritakan. Lalu apa lagi yang harus aku ceritakan? “Aha!” aku akan menceritakan tentang kisah cintaku.
Aku adalah mahasiswi yang pendiam, baik, ga bawel, ga cerewet, ngga rame, aku ini lemah lembut, ga berisik, ga pernah bertingkah aneh, ga pernah tidur di kelas, ngga pernah diusir dosen karena melamun, ga usil, ga nakal, ga lucu, dan ga humoris. Tapi sayang kata “ga” dan “ngga”nya dihapus (ToT)..
Jujur aku ga pernah bisa bohong, nah perlu digaris bawahi ngga yang disini jujur. Aku suka sama orang dan ga ada satu orangpun yang tau aku suka sama orang itu. Sejak kapan? Entahlah aku juga ga tau, kalau di inget-inget kayanya sejak pertama kali masuk kuliah (nah itu tau). Aku ga menyangka kalau bakal satu kelas sama dia, dan ga nyangka juga kalau bakal beda kelas sama Obi “Oh God!”. Karena beda kelas sama Obi aku ga bisa cerita soal Qori. Jadi sampai saat ini Obi ga tau kalau Khuma bisa suka sama seorang pria, Obi juga ga tau kalau Khuma suka temen sekelasnya. Obi juga ga tau kalau Khuma mulai jatuh cinta. Obi juga ga tau kalau Khuma jatuh cintanya sama orang yang juga dicintainya. Hadeeeh!! Nasib gini banget kenapa harus jatuh cinta sama orang yang sama?
Penasaran siapa pria itu? “sama, saya juga” hadeh efek TV nih. Nama cowo itu, Abqori Albiyan. Nah loh ko kaya kenal? Yaiyalah kan udah disebut di paragraf atas.
Qori itu baik, sopan, lembut, penyayang binatang, ramah, pinter, eh bukan pinter tapi cerdas (pinter mah standar), terus visualnya itu loh! ganteng, manis, unyu, lucu, tampak berwibawa dan memang berwibawa, wibawa mobil, wibawa Iphone, wibawa ‘ninja’, idaman banget kan? Qori juga rajin ibadahnya, sering dhuha, sholat tepat waktu, dan ga pernah main sama lawan jenis. Makanya, yang terakhir itu yang bikin Khuma ga pernah nyapa Qori, takut dicuekin.
Malam itu, Khuma mencoba membicarakan perihal cintanya Khuma sama Obi. Tapi ga “to the point”, mula-mula menanyakan cinta, apa artinya cinta, kemudian membuat keppo dengan merahasiakan perasaan sebenarnya, setelah itu menceritakan kepribadian orang yang dicintai, jelaskan dari yang terpenting sampai bagian-bagian terkecil, buat pendengar merasakan penasaran yang sangat amat, buat dia merasakan apa yang kamu rasakan, setelah itu tutup mulut rapat-rapat dan rahasiakan nama orang yang kita cintai. Berikut adalah tips Khuma membuat kesal dan bete orang hehe. Malam itu Khuma ga berhasil melakukan tips terakhir, Obi akhirnya tau kalau yang Khuma ceritakan adalah kepribadian Qori.
                Khuma ga liat ada yang aneh sama Obi, setelah kejadian malam itu Obi biasa aja. Ga ada perubahan, kecuali satu. Obi pernah nanya soal facebook dan twitternya Qori, tapi Khuma ga jawab. Bukan karena Khuma jahat atau Khuma ga mau Obi tahu banyak tentang Qori, bukan. Bukan karena itu, tapi karena Khuma emang ga tau. Namanya juga Khuma, Khuma ga ngerti yang begituan, udah bisa main Hp aja udah bagus.
                Balik ke cerita, pernah suatu hari Khuma duduk disebelah Qori. Waktu itu Khuma dateng telat ke kampus, pas sampai kelas ternyata ga ada tempat duduk. Nah pas lagi pongo atau cengo atau melongo, tiba-tiba ada suara malaikat yang meneriaki nama Khuma, “Khuma.. sini!”. kalian pasti tau siapa orangnya, ya kan?
                Benar sekali, malaikat itu adalah Qori. Bayangin bro! Duduk disebelah “pangeran ganteng dari negeri Katulistiwa” siapa yang berani nolak? Yang jelas bukan Khuma. Terpaksa Khuma duduk disebelah Qori, terpaksa loh terpaksa.
                Dan malam harinya, dengan berat hati Khuma ceritakan. Khuma.. Khuma.. Khuma ga bisa cerita, rasanya sakit, sakit banget. Khuma baca pesan di Hpnya Obi, ternyata dari “Qori My Hubby”. Oh my God! Patah hati. Ko bisa kita suka sama orang yang sama, aneh. Suka sama satu orang yang sama, kaya judul film “3 orang 2 cinta 1 dunia” ini judul film Khuma yang belom sempet terealisasikan, jangan samakan dengan yang sudah beredar dibioskop-bioskop kesayangan anda.
                Khuma pasrah, mungkin emang bukan jodohnya Khuma. Obi lebih pantas dapat Qori dan menjadi pendamping hidupnya. Khuma ikhlas dan ridho kalau Qori harus menikah dengan Obi, Khuma ikut bahagia.
                *****
                Namaku Rabiatul adawiyah, Khuma biasa memanggilku Obi. Aku sahabatnya Khuma, aku ga akan ngebiarin orang lain menyakiti Khuma. Khuma itu lugu, baik dan lucu, walaupun cerewet, bawel, pelupa, sembrono dan lain-lain dia tetap sahabatku, dan aku menyayanginya seperti adikku.
                Khuma pernah bercerita tentang pria yang sedang disukainya. Saat ku tahu namanya, aku terkejut. Qori yang aku kenalkah? Ternyata kami menyukai orang yang sama. Kini aku tahu, nama yang selalu disebutkan Khuma dalam setiap do’anya, nama yang selalu disebutkan Khuma dalam setiap sujudnya, nama yang selalu dikumandangkan dalam setiap kali munajatnya. Nama itu selalu ada disela-sela doa dan harapnya. Abqori Albiyan, ternyata dia orangnya, yang selama ini ingin ku ketahui namanya, ternyata aku sudah mengenalnya.
                Sejak malam itu, aku mencoba mencari tahu kabar terbaru tentang Qori. Ternyata dia akan di jodohkan ibunya. Tak tega aku mengatakannya kepada Khuma. Ku putuskan untuk mengenalkan Khuma kepada Qori, mungkin saja Qori bisa berubah pikiran dan memilih Khuma menjadi pendamping hidupnya. Disetiap SMS yang ku kirimkan ke Qori, aku selalu membicarakan Khuma, kenakalannya, kelucuannya, guyonannya bahkan sering kali kuceritakan hal-hal ngga penting yang sehararusnya tidak perlu ku ceritakan.
                Sampai suatu hari, kulihat Khuma berwajah murung. Saat ku tanyakan mengapa, dia hanya diam dan tersenyum. Tak lama ku dengar Khuma mengatakan ingin pulang ke rumah. Khuma bilang ia rindu ibu dan bapaknya. Tanpa basa basi Khuma pergi dari kosan, padahal sudah ku peringatkan kalau sebentar lagi UAS.
                Beberapa hari berikutnya, Qori meneleponku, katanya ia menerima perjodohan yang dibuatkan ibunya. Dia memintaku menjadi pendamping pengantin diacara pernikahannya. Karena dia teman baikku dan karena akupun pernah mencintainya, aku bersedia menjadi pendamping pengantin wanitanya.

oleh: Ummi_hafizhah@yahoo.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar